![]() |
Rapat dengar pendapat digelar Komisi II DPRD Kuansing, Senin (03/02/2025) |
TELUK KUANTAN (NU) – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPRD Kuantan Singingi pada Senin (03/42/2025) terkait aktivitas perkebunan dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) berlangsung tanpa kehadiran perwakilan Koperasi Produsen Guna Karya Sejahtera. Ketidakhadiran pihak koperasi ini menjadi sorotan dalam pertemuan yang bertujuan membahas legalitas dan dampak lingkungan dari aktivitas perkebunan di kawasan tersebut.
Wakil Ketua I DPRD Kuansing, Satria Mandala Putra, yang memimpin sidang RDP menyayangkan absennya pihak koperasi. Menurutnya, hal ini menghambat upaya mencari solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah daerah.
“Kami telah mengundang pihak koperasi untuk hadir dan memberikan klarifikasi terkait aktivitas perkebunan mereka di kawasan HPT, tetapi mereka tidak datang tanpa alasan yang jelas. Ini sangat disayangkan karena keterlibatan semua pihak sangat diperlukan agar ada kejelasan terkait legalitas dan dampaknya,” ujar Satria.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah anggota DPRD dan perwakilan instansi terkait, termasuk Dinas Koperasi Kuantan Singingi, tetap melanjutkan pembahasan guna mencari solusi atas polemik yang muncul. Pihak DPRD berencana menjadwalkan ulang pemanggilan koperasi untuk meminta pertanggungjawaban atas aktivitas perkebunan yang diduga dilakukan di kawasan terlarang.
Menurut Satria, selain berada di kawasan hutan, koperasi tersebut diduga melakukan aktivitas perkebunan secara ilegal karena dalam dokumen yang terdaftar di Dinas Koperasi, bidang usahanya hanya meliputi simpan pinjam dan jasa pemasaran tandan buah segar (TBS).
“Kerusakan ekosistem lingkungan sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar koperasi tersebut, sebab sering terjadi banjir bandang. Bila hujan turun beberapa jam, kawasan langsung terdampak banjir,” ungkapnya.
Satria menegaskan akan segera melayangkan panggilan kedua dan ketiga terhadap pihak koperasi. Jika tetap mangkir, DPRD akan meminta kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan pemanggilan paksa.
“Senin depan kami akan kembali melayangkan panggilan kedua. Jika mereka masih tidak hadir, kami akan meminta bantuan kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan pemanggilan paksa,” tegas Satria.
Dugaan Perubahan AD/ART Tanpa Sepengetahuan Dinas Koperasi
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Kuantan Singingi, Delis Martoni, melalui Kabid Koperasi, Endripon, menegaskan bahwa legalitas Koperasi Produsen Guna Karya Sejahtera bukan untuk kegiatan perkebunan. Namun, berdasarkan data yang ditemukan melalui situs resmi Kementerian Koperasi, koperasi tersebut telah melakukan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) melalui notaris dan tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
“Koperasi tersebut tidak memiliki bidang usaha perkebunan, tetapi mereka telah mengubah AD/ART tanpa melibatkan Dinas Koperasi. Kami akan memanggil pengurus koperasi pada Kamis mendatang untuk meminta salinan perubahan tersebut,” tegas Endripon.
Selain itu, hingga tahun 2024, koperasi ini belum melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Data nama dan jumlah anggota koperasi juga tidak pernah dilaporkan ke Dinas Koperasi Kuantan Singingi.
Pengelolaan Kebun Sawit Berkedok Koperasi
Koperasi Produsen Guna Karya Sejahtera diketahui belum memiliki sertifikat resmi. Koperasi ini terdaftar pada 26 November 2019 dengan nomor badan hukum AHU-0000660.AH.01.26.TAHUN 2019. Namun, berdasarkan data yang dihimpun, koperasi ini tidak melaporkan berita acara Rapat Anggota Tahunan (RAT) serta tidak melengkapi data sesuai formulir Nomor Induk Koperasi.
Dugaan kuat muncul bahwa koperasi ini telah mengubah ribuan hektare kawasan HPT menjadi kebun sawit. Bahkan, pengelolaan kebun tersebut dikabarkan berada di bawah sebuah badan usaha bernama PT. Merauke. Namun, secara legalitas, PT. Merauke tidak terdaftar di Kabupaten Kuantan Singingi.
Diperkirakan, koperasi ini telah mempekerjakan lebih dari 200 orang di lokasi perkebunan sawit di kawasan HPT. Namun, jumlah pekerja lokal dari masyarakat sekitar hanya sekitar 20 orang. Bahkan, masyarakat asli di Desa Serosa tidak ada yang memiliki lahan ataupun menjadi anggota koperasi tersebut.
Sumber dari Haluan Riau menyebutkan bahwa meskipun berbentuk koperasi, pengelolaannya lebih menyerupai manajemen perusahaan dengan adanya struktur jabatan seperti manajer, kepala tata usaha (KTU), serta humas dan mandor.
“Orang yang mengatasnamakan pengelola koperasi ini masing-masing bernama Dani (KTU), Indra (Manajer), dan Darmaji (Humas),” beber sumber tersebut.
Demi keberimbangan pemberitaan, Haluan Riau mencoba mengonfirmasi kepada manajer koperasi bernama Indra. Namun, hingga berita ini diterbitkan, pihaknya belum memberikan jawaban terkait tuduhan pengelolaan perkebunan serta alasan ketidakhadirannya dalam RDP yang diselenggarakan Komisi II DPRD Kuansing.
Sumber : haluanriau.co